Sabtu, 26 Oktober 2013

Lirik Lagu Chrisye - Kisah Kasih Di Sekolah :: CINMI.com

Lirik Lagu Chrisye - Kisah Kasih Di Sekolah :: CINMI.com

KISAH KASIH DI SEKOLAH

Merasa Terhina, Habib Selon Ancam Polisikan Ahok



JAKARTA - Ketua Front Pembela Islam (FPI) Jakarta Habib Salim Alatas alias Habib Selon tidak terima dengan perkataan Wakil Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahja Purnama (Ahok). 

Menurut Salim, pernyataan Basuki kelewetan. Bahkan, FPI siap melaporkan pernyataan Ahok atas tuduhan pencemaran nama baik ke Polda Metro Jaya.

"Kita juga mau laporan ke Polda (Metro Jaya). Kita bawa rekaman Ahok yang disiarin di TV," kata Salim kepada Okezone, Jumat (26/10/2013) malam.

Menurut Salim, pernyataan Ahok soal FPI pernah ingin dibubarkan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) adalah tidak benar. Salim mengatakan, Presiden tidak pernah mengatakan untuk membubarkan FPI. "Presiden enggak bisa bubarin kita (FPI)," katanya.

Selain akan melakukan proses hukum, Salim juga akan mengajak FPI untuk melakukan aksi demonstrasi di Balai kota. Aksi ini sekaligus meminta Ahok untuk turun dari jabatannya.
"Itu Ahok berlebihan, ane akan demo hari Senin ke Balai kota meminta Ahok untuk turun, jangan ganggu umat Islam. Kita enggak ganggu dia (Ahok) jadi Wagub kok," jelas Salim.

Sebelumnya Ahok mengkritisi imbauan Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Gamawan Fauzi soal pemerintah bisa bekerja sama dengan ormas, termasuk FPI. Menurut Ahok, Gamawan pernah berpendapat bahwa FPI tidak memiliki surat karena itu tidak bisa dibubarkan. Ahok bahkan mengatakan bahwa SBY pernah meminta untuk membubarkan FPI.

"Dulu Presiden minta bubarin FPI. Ingat nggak dulu? Pak SBY perintahkan ke menterinya. Terus Pak Gamawan bilang, FPI nggak bisa dibubarkan karena enggak punya izin dan bukan Ormas. Terus sekarang nyuruh kerjasama. Kerjasama apa? Kita mesti kerjasama dengan Ormas resmi, itu edaran Mendagri lho," kata Ahok di Balai kota, Jakarta, Jumat 25 Oktober kemarin.

Sumber : http://m.okezone.com/read/2013/10/26/339/887209

Sabtu, 19 Oktober 2013

MEMBACA ULANG KAJIAN TENTANG MINANGKABAU : WACANA DALAM PENGEMBANGAN KEILMUAN

Oleh : Zainal Arifin[1] A. PENDAHULUAN Alam takambang jadi guru adalah salah satu filosofi kehidupan yang sangat terkenal di masyarakat Minangkabau. Filosofi ini sering dianggap sebagai pijakan dasar bagi masyarakatnya dalam mengembangkan diri baik dalam kekinian maupun di masa yang akan datang. Taufik Abdullah (1966) mengartikan alam dalam konteks masyarakat Minangkabau ini, tidak hanya sekedar lingkungan biotis, tetapi juga dipandangnya sebagai lingkusan sosial-budaya dan lingkungan pemimiran (ideasional). Dengan kata lain, alam lebih dipandangnya sebagai ranah (dunia) tempat dimana pergulatan kehidupan dan pemikiran masyarakatnya ditemukan dan disarikan. Adaik nan ampeksebagai landasan aturan utama dalam kehidupan bermasyarakatnya, adalah salah satu cerminan bagaimana masyarakatnya menyadur sifat alam nan takambang tersebut sebagai landasan aturan dalam adaik tersebut. Begitu juga dalam aplikasinya, dimana “perubahan” dalam masyarakatnya dianggap legal (sakali aia gadang sakali tapian barubah), juga adalah cerminan bagaimana masyarakat Minangkabau begitu kuat belajar dengan alamnya.

"CHOEL MALLARANGENG "KARTU AS" CIKEAS YG DITAKUTI KPK RI”

Fb @matanews.com

SATU KATA DARI RAKYAT "LAWAN"...!!!

1) Mengenai ditahannya andi malarangeng, sesungguhnya tdk ada yg luar biasa disana.. KPK sdh terlambat berbulan2 lakukan penahanan.

2) Jika ANDI M saat ini ditahan, ada bbrpa motif penahanan tsb. 1. Utk pengalihan isu sosok Bunda Putri alias Sylvia Solehah, kerabat ani sby.

3) Sedemikian sensitif dan bahayanya bagi SBY dan Keluarga Cikeas jika kedok Sylvia Solehah alias bunda putri ini jika terungkap.

4) Ketika korupsi Hambalang meledak, perhatian rakyat Indonesia dikecohkan dgn berita2 palsu yg dominan ditujukan utk fitnah anas urbaningrum.

5) Padahal Anas Urbaningrum itu sama sekali tidak terlibat dalam korupsi Hambalang. Hebatnya kekuatan opini yg dibangun, bikin rakyat tersesat.

6) Untuk korupsi Hambalang sendiri, jelas2 audit BPK tahap I mencantumkan 25 nama dan audit BPK tahap II cantumkan 15 nama pelaku korupsinya.

7) Silahkan cek deh nama para koruptor Hambalang ini >>
25 DAFTAR NAMA KORUPTOR HAMBALANG>> baca di Fb @ matanews.com, siapa yg sdh diusut KPK?

 Plus 15 nama anggota DPR pelaku korupsi Hambalang >> baca di fb @matanews.com

9) Diluar 40 nama koruptor Hambalang tsb, ada nama2 pelaku utama yg tidak dicantumkan Audit BPK : sylvia soleha, choel M, paulus nelwan dst.

10) Nama Sylvia Solehah, Choel M dan Paulus Nelwan, sdh banyak tercantum dlm BAP - BAP pemeriksaan saksi2 kasus korupsi Hambalang.

tabuik made in sungaipua

Jumat, 04 Oktober 2013

Catatan 19 Desember 1948

17 Agustus 1945  : Indonesia merdeka.
19 Agustus 1945 :
  • Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia dalam sidang kedua memutuskan pembagian wilayah Republik Indonesia dalam delapan provinsi: Sumatera, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Sunda Kecil, Maluku, Sulawesi, dan Kalimantan.
  • Dalam Undang-Undang Dasar 1945 tidak tercantum “wilayah negara Republik Indonesia”. Namun, para founding fathers menetapkan wilayah negara Indonesia adalah bekas Hindia Belanda. Penetapan ini mengacu pada Ordonansi Hindia Belanda 1939: Territoriale Zee en Maritieme Kringen Ordonantie 1939 (TZMKO 1939). Pulau-pulau di wilayah ini dipisahkan laut di sekelilingnya. Setiap pulau punya laut di sekelilingnya sejauh 3 mil dari garis pantai.
10 November 1946 : Perundingan Indonesia-Belanda digelar di Linggarjati, di kaki Gunung Ciremai, Cirebon. Belanda hanya mengakui secara de facto wilayah Republik Indonesia yang meliputi Sumatera, Jawa, dan Madura.
21 Juli 1947 : Agresi Militer Belanda I. Belanda menduduki sebagian wilayah Republik Indonesia dan membentuk Garis van Mook.
8 Desember 1947 : Perundingan di atas kapal Angkatan Laut Amerika Serikat, USSRenville, mendesak Belanda mengembalikan daerah-daerah yang didudukinya ke Indonesia, yakni Kalimantan Barat, Kalimantan Selatan, Kalimantan Timur, Bangka Belitung, Riau, Sulawesi Selatan, Minahasa, Manado, Bali, Lombok, Timor, Sangihe Talaud, Maluku Utara, Maluku Selatan, dan Papua.
19 Desember 1948  : Belanda tak mengakui Perjanjian Renville dan menggelar Agresi Militer II di Yogyakarta.

Bung Sjahrir Pemikir Yang Tersingkir


Sjahrir adalah a man of paradox dalam berbagai arti. Tubuhnya kecil dengan tinggi tidak mencapai satu setengah meter, 145 sentimeter, dan berat badan hanya 45,5 kilogram. Namun di sana tersimpan energi dahsyat. Inteligensinya mengagumkan.
Namun atau sebenarnya justru karena inteligensinya yang besar itu dia meninggalkan studinya di Leiden, Belanda, tanpa berminat sedikit pun untuk menyelesaikannya, sebagaimana Hatta dan kawan-kawannya yang lain. Tentang ini, dengan enteng dia hanya berkata bahwa seorang pemegang titel itu hanya “pemegang titel sahadja”, tidak lebih dari itu.
Namun pandangan Sjahrir jauh melampaui masalah sepele ijazah. Sjahrir menukik tajam ke dalam soal ilmu dan keilmuan ketika dia memberikan jawaban yang paling serius dalam Indonesische Overpeinzingen (IO): “Lama-kelamaan saya tahu bagaimana membebaskan diri dari perbudakan ilmu resmi (de slavernij van de offici le wetenschap). Otoritas ilmiah tidak terlalu berarti bagiku secara batin. Dengan begitu seolah-olah jiwaku semakin bebas, tidak ada nama besar dan tenar, yang resmi maupun tidak resmi, yang menguasai pikiranku untuk membutakanku dengan kehebatannya dan membuang atau membantai semua kegiatan orisinalku…. Yang lebih penting bagiku adalah bagaimana tiba pada kebenaran harmonis dan pribadi sifatnya” (IO, 29 Desember 1936). Secara utiliter seolah-olah dia katakan: pengetahuan tidak berguna kalau tidak menjadi kebenaran yang bisa diserap dan diolah masing-masing orang. Di luar itu, ilmu hanya sekadar kumpulan kaidah dan abstraksi yang tak bermanfaat.(DANIEL DHAKIDAE)
SJAHRIR adalah satu dari Tujuh Begawan Revolusi Indonesia. Ketujuh orang ini-Soekarno, Hatta, Sjahrir, Amir Sjarifoeddin, Tan Malaka, Sudirman, dan A.H. Nasution-dalam kadar berbeda menentukan arah dan produk revolusi. Republik Indonesia pada zaman revolusi, dengan demikian, bukan merupakan akibat dari proses sosial yang impersonal dan tak terhentikan, melainkan hasil interaksi ribuan orang dan organisasi, kelompok angkatan bersenjata dan badan perjuangan, politikus nasional dan lokal, idealisme dan oportunisme, patriotisme dan banditisme, pahlawan dan pengecut. Semua ingar-bingar itu berakhir dengan ajaib: pengakuan kedaulatan Indonesia oleh Belanda pada Desember 1949.
Ketujuh pemimpin ini dengan caranya masing-masing berkontribusi bagi jalannya revolusi. Setelah revolusi, mereka mengalami peruntungan berbeda, aliansi berbeda, dan perimbangan kekuatan berbeda. (HARRY POEZE)
DALAM sejarah Indonesia, Sutan Sjahrir adalah eksponen utama garis ideologis yang dapat disebut perpaduan antara tradisi sosial demokrasi dan liberalisme. Sebagai sosial demokrat, ia merupakan tokoh gerakan buruh yang andal pada 1930-an, dan menaruh perhatian amat besar terhadap masalah pendidikan rakyat. Liberalismenya terlihat antara lain dalam perhatiannya yang besar pula terhadap masalah perlindungan hak-hak individu dari tirani negara. Tak mengherankan bila ia menjadi musuh besar fasisme, baik yang berasal dari luar maupun dalam negeri.
Tidaklah mengejutkan bahwa ideologi yang diperjuangkan Sutan Sjahrir mengalami rintangan pada masa Demokrasi Terpimpin maupun Orde Baru yang otoriter. Tetapi, Indonesia sekarang adalah negara demokrasi, bahkan negara demokrasi yang paling tegak di seluruh Asia Tenggara mengingat beberapa perkembangan anti-demokratis di Filipina, dan terutama Thailand, belakangan ini. Sebagai negara demokrasi, barangkali kita berharap menemukan para ahli waris garis ideologi yang diperjuangkan oleh Sutan Sjahrir di antara berbagai kekuatan politik yang sekarang bersaing secara bebas dan terbuka untuk memimpin Indonesia. (VEDI R. HADIZ)
M. Chatib Basri menyatakan :” SUTAN Sjahrir seperti sebuah kekecualian bagi zamannya. Mungkin ia terlalu di depan bagi masanya. Ketika nasionalisme adalah tungku yang memanggang anak-anak muda dalam elan kemerdekaan, Sjahrir justru datang dengan sesuatu yang mendinginkan. Bagi Sjahrir, kemerdekaan nasional tidak final. Tujuan akhir dari perjuangan politiknya adalah terbukanya ruang bagi rakyat untuk merealisasi dirinya, untuk memunculkan bakatnya dalam kebebasan. Tanpa halangan. Bagi Sjahrir, kemerdekaan adalah sebuah jalan menuju cita-cita itu. Itu sebabnya Sjahrir menganggap nasionalisme harus tunduk kepada kepentingan demokrasi.”
Dalam sebuah esai yang penting Sjahrir menuntut agar demi perjuangan, seseorang harus bebas dari perasaan-perasaan yang menghalangi orang berpikir jujur sesuai dengan kebutuhan perjuangan. Pikiran dan tindakan hendaknya “tidak dikuasai oleh unsur psikologis, melainkan oleh hukum akal budi dan otak yang sanggup berpikir dan bertindak menurut keadaan dan perubahan”. Tampaknya ada dialektik antara Sjahrir dan kebudayaan masyarakatnya, dan tuntutan Sjahrir mungkin hanya separuh benar. Dia lupa bahwa akal harus memperhatikan perasaan, rasio perlu menimbang psikologi, dan logika bertugas menerangi yang irasional. Kalau tidak, dialektik itu akan menelan korban, dan, tragisnya, korban itu tak lain dari diri Sjahrir sendiri, dengan meninggalkan sosial-demokrasi bagaikan yatim piatu. (Ignas Kleden)